--> Skip to main content

Advester

KONSEP PENDIDIKAN MENURUT AL-QUR'AN

Konsep pendidikan sudah banyak digagas oleh para ulama, baik ulama yang hidup pada zaman dahulu maupun ulama yang hidup pada masa sekarang. Ulama Indonesia pun tidak ketinggalan, mereka telah menyumbangkan konsep ilmu bagi khazanah intelektual di negeri ini khususnya dan di dunia umumnya.
Al-Qur'an merupakan firman Allah yang selanjutnya di jadikan pedoman hidup (way of life) kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya. Di dalamnya terkandung ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing bangsa dan kapanpun masanya dan hadir secara fungsional memecahkan problem kemanusiaan. Salah satu permasalah yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah masalah pendidikan.
Al-Qur'an juga mengintroduksi dirinya di banyak tempat sebagai kitab hidayah (hudan/petunjuk) yang berkaitan dengan segala aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Fungsi ini sejalan dengan misi yang dibebankan kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi yang bertugas memelihara dan memakmurkan bumi dan isinya. Kendati Al-Qur'an bukan buku ilmu pendidikan, tetapi tidak terlalu sulit untuk mendapatkan beberapa prinsip dasar pendidikan dalam ajarannya. Dalam wujud nyata Rasulullah telah menerapkannya dan berhasil membina dan membentuk manusia yang tangguh dan berkepribadian tinggi. Untuk itulah memang Rasulullah diutus. QS Al-Jumu`ah ayat 2 menjelaskan tugas utama Rasulullah yaitu, 1) menyampaikan/ membacakan petunjuk-petunjuk Alquran (yatlû `alayhim ÃyÃtihi) ; 2) menyucikan (hati) (yuzakkihim), dan 3) mengajarkan manusia (yu`alimuhul kitab wal hikmah). Ketiga tugas tersebut dapat diidentikkan dengan pendidikan dan pengajaran. Menyucikan identik dengan mendidik, sedang mengajarkan dan menyampaikan materi yang berupa petunjuk Alquran tidak lain adalah membekali peserta didik dengan berbagai ilmu pengetahuan, baik yang terkait dengan alam nyata maupun metafisika. Karena itu dalam salah satu ungkapan yang sangat populer, Rasulullah tidak segan-segan menyatakan dirinya diutus sebagai "guru" (bu`itstu mu`alliman). Dari sini maka guru dan pendidik adalah profesi yang sangat mulia.bahkan ada seorang penyair mengatakan “Bangkitlah, berilah penghormatan yang layak untuk guru. Guru hampir serupa dengan rasul. Adakah kau lihat seseorang yang lebih agung dari pada seseorang yang membangun dan membina jiwa dan akal”.

Dalam al-Qur'an sendiri telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting, jika al-Qur'an dikaji lebih mendalam maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita jadikan inspirsi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu. Ada beberapa indikasi yang terdapat dalam al-Qur'an yang berkaitan dengan pendidikan antara lain; menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah, ftrah manusia, penggunaan cerita (kisah) untuk tujuan pendidikan dan memelihara keperluan sosial masyarakat.
Pengutusan Rasul dengan mengemban tiga fungsi di atas didahului dengan ungkapan ba`atsa fil ummiyyin rusulan minhum, yang berarti rasul yang diutus itu berasal dari kalangan masyarakat itu sendiri. Atas dasar ini kita dapat berkata, sistem serta tujuan pendidikan bagi suatu masyarakat atau negara tidak dapat diimpor atau diekspor dari atau ke suatu negara atau masyarakat. Ia harus timbul dari dalam masyarakat itu sendiri. Ia adalah "pakaian" yang harus diukur dan dijahit sesuai dengan bentuk dan ukuran pemakainya, berdasarkan identitas, pandangan hidup, serta nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat atau negara tersebut. Dari sini menjadi penting bagi kita umat Islam untuk selalu menggali konsep pendidikan dalam Al-Qur'an.
PEMBAHASAN
A.pengertian konsep pendidikan al-Qur’an
Istilah pendidikan bisa ditemukan dalam al-Qur'an dengan istilah ‘at-Tarbiyah’, ‘at-Ta’lim, dan at-Tadhib, tetapi lebih banyak kita temukan dengan ungkapan kata ‘rabba’ , kata at-Tarbiyah adalah bentuk masdar dari fi’il madhi rabba , yang mempunyai pengertian yang sama dengan kata ‘rabb’ yang berarti nama Allah. Dalam al-Qur'an tidak ditemukan kata ‘at-Tarbiyah’, tetapi ada istilah yang senada dengan itu yaitu; ar-rabb, rabbayani, murabbi, rabbiyun, rabbani. Sebaiknya dalam hadis digunakan istilah rabbani. Semua fonem tersebut mempunyai konotasi makna yang berbeda-beda.
Istilah pendidikan dalam Alquran dapat ditemukan pada term-term yang menggunakan akar kata rababa dan rabÃ. Dari akar kata rababa lahir kata rabb. Kata ini biasa diartikan secara sederhana dengan kata Tuhan. Tetapi jika melihat makna semantiknya dalam bahasa Arab, kata rabb dan yang seakar dengannya memiliki cakupan makna yang sangat luas, antara lain memiliki, menguasai, mengatur, memelihara, memberi nikmat dan mengawasi. Semua kata rabb dalam Alquran bermakna Tuhan yang memiliki sifat-sifat seperti di atas, dan tentu lebih dari itu semua, kecuali hanya di beberapa tempat yang bermakna tuan/ majikan, raja dan seseorang yang memberi nikmat, yaitu pada QS Yusuf: 23, 41, 42 dan 50
Kata rabba dalam bahasa Arab berarti tumbuh, bertambah dan berkembangan. Dari kata ini lahir kata rabba, yurabba, tarbiyah yang biasa diartikan dengan mendidik dan pendidikan. Fakultas yang membidangi pendidikan di perguruan tinggi Islam disebut tarbiyah. Menurut sebagian pakar, kata tarbiyah berasal dari kata rabbaba, kemudian untuk meringankan pengucapan (takhfaf), huruf ba yang terakhir diganti dengan huruf ya. Hujan dinamakan rabab karena ia menumbuhkan dan menjaga kelangsungan hidup tumbuh-tumbuhan. Dalam Alquran tidak ditemukan kata 'at-Tarbiyah', tetapi ada istilah yang senada dengan itu antara lain; ar-rabb, rabbayaana (QS Al-Isra: 24), nurabbika (QS Al-Syu`ara: 18), rabbaaniyyan (QS Âl Imran: 79). Semua fonem tersebut mempunyai konotasi makna yang berbeda-beda.
Sejak awal risalah, Allah selalu memperkenalkan diri-Nya sebagai rabb yang menguasai, memiliki, memelihara, menolong, mengawasi dan memiliki sifat-sifat lain yang dapat menjaga kelangsungan hidup manusia. Sifat ini diperkenalkan karena kaum kafir Mekkah telah sangat mengenal Allah, namun dengan persepsi yang berbeda dengan yang seharusnya diyakini (Perhatikan misalnya QS Al-Ankabut: 61). Perintah membaca yang dikaitkan dengan bismi rabbika pada unit wahyu yang pertama turun mengesankan agar membaca yang diperintah itu menghasilkan sesuatu yang dapat menjaga kelangsungan hidup manusia secara utuh.
Dari sini, pendidikan dalam pandangan Alquran merupakan sebuah proses penumbuhan dan pengembangan potensi peserta didik untuk mencapai keseimbangan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya. Salah satunya melalui proses pengajaran yang di dalam Alquran diungkapkan dengan kata 'allama', yu`allimu (wa yu`alllimuhul kitab). Dari kata ini lahir istilah ta`lam (pengajaran). Ada kaitan yang erat antara pendidikan (tarbiyah) dan ta`lam (pengajaran). QS Âl Imran: 79 menjelaskan bahwa generasi yang terdidik dengan sifat-sifat ketuhanan (rabbaniy) dapat terwujud dengan mendalami ilmu pengetahuan dan senantiasa mempelajari petunjuk Allah dalam al-kitab, baik yang terbaca dalam bentuk mushaf maupun yang terbentang di alam raya.

Beberapa ahli tafsir berbeda pendapat dalam mengartikan kata-kata diatas. Sebagaimana dikutip dari Ahmad Tafsir bahwa pendidikan merupakan arti dari kata ‘Tarbiyah’ kata tersebut berasal dari tiga kata yaitu; rabba-yarbu yang bertambah, tumbuh, dan ‘rabbiya- yarbaa’ berarti menjadi besar, serta ‘rabba-yarubbu’ yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga,memelihara.
Konferensi pendidikan Islam yang pertama tahun 1977 ternyata tidak berhasil menyusun definisi pendidikan yang dapat disepakati, hal ini dikarenakan; 1) banyaknya jenis kegiatan yang dapat disebut sebagai kegiatan pendidikan, 2) luasnya aspek yang dikaji oleh pendidikan.
Para ahli memberikan definisi at-Tarbiyah, bila diidentikan dengan ‘arrab’ sebagai berikut;
Menurut al-Qurtubi, bahwa; arti ‘ar-rabb adalah pemilik, tua, Maha memperbaiki, Yang Maha pengatur, Yang Maha mengubah, dan Yang Maha menunaikan
Menurut louis al-Ma’luf, ar-rabb berarti tuan, pemilik, memperbaiki, perawatan, tambah dan mengumpulkan.
Menurut Fahrur Razi, ar-rabb merupakan fonem yang seakar dengan al-Tarbiyah, yang mempunyai arti at-Tanwiyah (pertumbuhan dan perkembangan).
Al-Jauhari memberi arti at-Tarbiyah, rabban dan rabba dengan memberi makan, memelihara dan mengasuh.
Kata dasar ar-rabb , yang mempunyai arti yang luas antara lain; memilki, menguasai, mengatur, memelihara, memberi makan, menumbuhkan, mengembangkan dan berarti pula mendidik.
Apabila pendidikan Islam di identikan dengan at-ta’lim, para ahli memberikan pengertian sebagai berikut;
Abdul Fattah Jalal, mendefinisikan at-ta’lim sebagai proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah, sehingga penyucian atau pembersihan manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri manusia berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya. At-ata’lim menyangkut aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidup serta pedoman prilaku yang baik. At-ta’lim merupakan proses yang terus menerus diusahakan semenjak dilahirkan, sebab menusia dilahirkan tidak mengetahui apa-apa, tetapi dia dibekali dengan berbagai potensi yang mempersiapkannya untuk meraih dan memahami ilmu pengetahuan serta memanfaatkanya dalam kehidupan.
Munurut Rasyid Ridho, at-ta’lim adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Definisi ini berpijak pada firman Allah al-Baqoroh ayat 31 tentang allama Allah kepada Nabi Adam as, sedangkan proses tranmisi dilakukan secara bertahap sebagaimana Adam menyaksikan dan menganalisis asma-asma yang diajarkan Allah kepadanya. Dari penjelasan ini disimpulkan bahwa pengertian at-ta’lim lebih luas/lebih umum sifatnya daripada istilah at-tarbiyah yang khusus berlaku pada anak-anak. Hal ini karena at-ta’lim mencakup fase bayi, anak-anak, remaja, dan orang dewasa, sedangkan at-tarbiyah, khusus pendidikan dan pengajaran fase bayi dan anak-anak.
Sayed Muhammad an Naquid al-Atas, mengartikan at-ta’lim disinonimkan dengan pengajaran tanpa adanya pengenalan secara mendasar, namun bila at-ta’lim disinonimkan dengan at-tarbiyah, at-ta’lim mempunyai arti pengenalan tempat segala sesuatu dalam sebuah system.
Menurutnya ada hal yang membedakan antara at-tarbiyah dengan at-ta’lim, yaitu raung lingkup at-ta’lim lebih umum daripada at-tarbiyah, karena at-tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan dan hanya mengacu pada kondisi eksistensial dan juga at-tarbiyah merupakan terjemahan dari bahasa latin education, yang keduanya mengacu kepada segala sesuatu yang bersifat fisik-mental, tetapi sumbernya bukan dari wahyu.
Pengunaan at-ta’dib, menurut Naquib al-Attas lebih cocok untuk digunakan dalam pendidikan Islam, konsep inilah yang diajarkan oleh Rasul. At-ta’dib berarti pengenalan, pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedimikian rupa, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud dan keberadaanya.
Kata ‘addaba’ yang juga berarti mendidik dan kata ‘ta’dib’ yang berarti pendidikan adalah diambil dari hadits Nabi “Tuhanku telah mendidikku dan dengan demikian menjadikan pendidikanku yang terbaik”.

Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasy, pengertian at-ta’lim berbeda dengan pendapat diatas, beliau mengatakan bahwa; at-ta’lim lebih khusus dibandingkan dengan at-tarbiyah, karena at-ta’lim hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan mengacu pada aspek-aspek tertentu saja, sedangkan at-tarbiyah mencakuip keseluruhan aspek-aspek pendidikan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pendidikan ialah: "Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan". Ki Hajar Dewantara menyatakan: "Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya". Muhammad Natsir dalam tulisannya Ideology Islam, menulis: "Yang dinamakan didikan, ialah satu pimpinan jasmani dan rohani yang menuju kepada kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya". Ahmad D. Marimba mengajukan definisi pendidikan sebagai berikut: "Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama". Meski berbeda redaksi, tetapi satu hal yang pasti, dari beberapa pengertian di atas diketahui bahwa cakupan pendidikan jauh lebih luas dari sekadar membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan. Ia adalah upaya untuk membentuk peserta didik menjadi manusia seutuhnya; kuat jasmani dan rohani, berpengetahuan luas sekaligus berkepribadian kuat.
B.Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan kepada suatu yang diharapakan tercapai setelah sesuatu kegiatan selesai, yakni suasana ideal itu nampak yang ingin diwujudkan. Dalam tujuan pendidikan, suasana ideal itu tampak pada tujuan akhir (ultimate aims of education).Adapun tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalamai proses pendidikan, baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu hidup, selain sebagai arah atau petunjuk dalam pelaksanaan pendidikan, juga berfungsi sebagai pengontrol maupun mengevaluasi keberhasilan proses pendidikan.
Tujuan adalah batas akhir yang dicita-citakan seseorang dan dijadikan pusat perhatiannya untuk dicapai melalui usaha. Dalam usaha terkandung cita-cita, kehendak, kesengajaan serta berkonsekwensi penyusunan daya upaya untuk mencapainya. Bagi seorang Muslim, tujuan akhir hidupnya adalah pengabdian kepada Allah sejalan dengan tujuan penciptaan manusia yang ditegaskan oleh Alquran dalam QS Al-Dzariyat: 56, "Aku tidak menciptkan manusia dan jin kecuali untuk menjadikan tujuan akhir atau hasil segala aktifitasnya sebagai pengabdian kepadaku". Dalam QS Al-Najm: 42, dijelaskan, segala aktifitas manusia hendaknya berakhir dan bertujuan kepada Tuhan (wa anna ilaa rabbika al-muntahaa). Alquran tidak hanya membentuk dan membimbing manusia secara empirik melalui metode ilmiah, tetapi juga mengarahkanya untuk dapat merasakan cahaya kalbu melalui pendidikan akhlak mulia, ketakwaan, keikhlasan, cinta kasih sesama manusia dan sikap saling menolong dalam kebaikan. Karena itu, Islam menjadikan ilmu pengetahuan bercirikan kebaikan dan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah subhânahu wata`aala. Berbeda dengan ilmu dalam pandangan peradaban modern yang tidak terikat dengan etika moral, serta bebas dari nilai kebaikan atau keburukan.
Dari sini proses pendidikan, termasuk proses transformasi ilmu pengetahuan, seperti digariskan dalam Alquran (QS ali `Imran: 79) bertujuan membentuk generasi Rabbaaniyyan. Kata ini merupakan bentuk jamak dari rabbaaniy yang dinisbatkan kepada rabb dengan penambahan alif dan nun untuk menunjukkan kedekatan yang sangat dengan sifat-sifat ketuhanan. Yang dimaksud dengan rabbaaniyy adalah seseorang yang ikhlas dalam beribadah kepada Allah, bertakwa, mawas diri dalam berbicara dan bertindak, memadukan antara ilmu dan amal serta mengabdikan dirinya untuk mengajarkan manusia sesuatu yang bermanfat. Semua itu dapat dicapai dengan selalu mengajarkan al-kitab (tu`allimaan al-kitab) dan selalu terus mempelajarinya (tadrusan). Jika dibaca dengan 'ta`laman', mengikuti bacaan Abu Amr, Ibn Katsir dan Nafi, maka sifat rabbaniyy dapat dicapai dengan pengetahuan tentang al-kitab, sebab pengetahuan itu dapat membentengi seseorang dari perbuatan tercela. Menurut Al-Razi, ayat ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan, pengajaran dan proses belajar dapat mengantarkan seseorang kepada tingkat rabbaniy. Tanpa tujuan itu maka akan sia-sia, seperti seseorang yang menanam pohon yang indah dipandang mata tetapi tidak berbuah. Karena itu doa yang selalu dibaca oleh Rasulullah adalah memohon perlindungan dari ilmu yang tidak bermanfaat dan hati yang tidak khusyuk. Dengan demikian, proses pengajaran dan pendidikan hendaknya bertujuan membentuk sifat rabbâniy dalam diri peserta didik. Dengan kata lain, pendidikan dalam pandangan Alquran bertujuan mewujudkan penyerahan mutlak kepada Allah (islamul wajhi lillaah), pada tingkat individual, masyarakat dan kemanusiaan.
Atas dasar petunjuk Alquran di atas para pakar pendidikan Islam berupaya merumuskan tujuan pendidikan Islam. Menurut Ahmad D. Marimba, Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian utama. Dalam definisi ini terlihat jelas bahwa secara umum yang dituju oleh kegiatan pendidikan adalah terbentuknya kepribadian utama. Definisi ini tampak sejalan dengan prinsip di atas yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah gambaran manusia yang kekal dan utuh. Atau dengan kata lain, generasi rabbaaniyyan.

Menurut Dr. Ali Ashraf; ‘tujuan akhir pendidikan Islam adalah manusia yang menyerahkan diri secara mutlak kepada Allah pada tingkat individu, masyarakat dan kemanusiaan pada umunya”.
Muhammad Athiyah al-Abrasy. “the fist and highest goal of Islamic is moral refinment and spiritual, training” (tujuan pertama dan tertinggi dari pendidikan Islam adalah kehalusan budi pekerti dan pendidikan jiwa)”
Menurut Hasan Langgulung, berbicara tentang tujuan pendidikan tidak dapat tidak mengajak kita berbicara tentang tujuan hidup. Sebab pendidikan bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia. Tujuan ini menurutnya tercermin dalam surat al-An'am ayat 162 yang berbunyi: "Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam" (QS Al-An-'am: 162)
Menurut Syahminan Zaini; “Tujuan Pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berjasmani kuat dan sehat dan trampil, berotak cerdas dan berilmua banyak, berhati tunduk kepada Allah serta mempunyai semangat kerja yang hebat, disiplin yang tinggi dan berpendirian teguh”.

Dari berbagai pendapat tentang tujuan pendidikan Islam diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohani serta moral yang tinggi, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat, dan tampak bahwa pendidikan moral adalah jiwa dari pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan yang sebenarnya dari pendidikan dalam pandangan Al-Qur'an. Hal ini sejalan dengan misi yang dibawa oleh Rasulullah seperti dijelaskan dalam sebuah hadis: "Sesungguhnya saya diutus hanya untuk menyempurnakan moral yang mulia".
C.PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM
Kata ‘prinsip’ adalah akar kata dari principia yang diartikan sebagai permualaan, yang dengan suatu cara tertentu melahirkan hal-hal lain, yang keberadaannya tergantung dari pemula itu’ . jadi kalau berbicara mengenai prinsip pendidikan Islam, maka pelaksanaan pendidikan ini telah digariskan oleh prinsip atau konsep dalam ajaran Islam. Prinsip-prinsip tersebut adalah;
Pendidikan Islam sebagai suatu proses pengembangan diri; Manusia adalah makhluk paedagogik, yaitu makhluk Allah yang dapat dididik dan dapat mendidik. Potensi itu ada dengan adanya pemberian Allah berupa akal-pikiran, perasaan, nurani, yang akan dijalani manusia baik sebgai makhluk individu maupun sebagai makhluk yang bermasarakat. Potensi yang besar tidak akan bisa kita manfaatkan jika kita tidak berusaha untuk mengaktifkan, mengembangkan dan melatihnya. Hal itu membutuhkan sebuah proses yang akan memakan waktu, tenaga bahkan biaya, tetapi mengingat potensi yang luar biasa yang kita akan raih hal itu tidak ada artinya apa-apa. Jadi pendidikan adalah proses untuk mengembangakan potensi diri.
Pendidikan Islam; pendidikan yang bebas; Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan berkehendak dan berbuat yang diberikan Allah kepada manusia, kebebasan ini tentunya terikat dengan hukum syara’. Kebebasan disini berarti manusia bebas memilih prosesnya masing-masing dari prinsip ini seorang pendidik tidak bisa memaksa anak didik untuk menentukan pilihan yang harus dijalani anak didik. Pendidik hanya mengarahkan kemana potensi yang dominan yang bisa dikembangkan oleh peserta didik tersebut.
Pendidikan Islam penuh dengan nilai insaniah dan ilahiyah; Agama Islam adalah sumber akhlak, kedudukan akhlak sangatlah penting sebagai pelengkap dalam menjalankan fungsi kemanusiaan di bumi. Pendidikan merupakan proses pembinaan akhlak pada jiwa. Meletakkan nilai-nilai moral pada anak didik harus diutamakan. Nilai-nilai ketuhanan harus dikedepankan, pendidikan Islam haruslah memperhatikan pendidikan akhlak atau nilai dalam setiap pelajaran dari tingkat dasar sampai tingkat tertinggi dan mengutamakan fadhilah dan sendi moral yang sempurna.
Prinsip Keseimbangan hidup; Dalam pendidikan Islam prinsip keseimbangan meliputi;
Keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat
Keseimbangan antara kebutuhan jasmanai dan rohani
Keseimbangan antara kepentingan individu dan sosial
Keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan amal
Prinsip ini telah ditegaskan dalam al-Qur'an (Al-Qashas;77); ‘ dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan kepadamau (kebahagiaan) negeri akhirat, dan jaganlah kamu melupakan kebahagiaan dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu…’
Prinsip persamaan; Kesempatan belajar dalam Islam sama antara laki-laki dan perempuan, oleh karena itu kewajiban untuk menuntut ilmu juga sama. Sistem pendidikan tidak mengenal perbedaan dan tidak membeda-bedakan latar belakang orang itu jika dia mau menuntut ilmu. Semua punya potensi yang sama untuk di didik dan punya kesempatan yang sama untuk memproses diri dalam pendidikan.
Prinsip seumur hidup, sepanjang masa; Pendidikan yang dianjurkan tidak mengenal batas waktu, tidak mengenal umur. Seumur hidup manusia harunya terdidik, mulai dari lahir sampai ke liang lahat. Seluruh kehidupan kita digunakan sebagai proses pendidikan, sebagai proses untuk menjadi hamba yang baik, menjadi insan kamil.
Prinsip diri; Orang telah kehilangan kepercayaan kepada diri sendiri. Sebenarnya sudah mati sebeluhm mereka hidup, sebab tidak bisa melihat dunia dengan potensi panca indranya sendiri. Manusia adalah makhluk yang sempurna dengan berbekal akal, perasaan yang bisa dikembangkan. dengan inilah harkat manusia lebih tinggi di banding makhluk lainya. Atau bahkan karena akalnyapun manusia bisa unggul dari manusia satu dengan manusia lainya.
D.CIRI DAN SIFAT PENDIDIKAN ISLAM
Adapun untuk cirri-ciri pendidikan islam adalah sebagai berikut
• Memadukan unsur ilaahiyyah dan insaniyyah. Mendidik pada hakekatnya adalah sebuah proses mengantarkan peserta didik untuk lebih dekat dan berperilaku dengan sifat-sifat ketuhanan (al-takhalluq bi akhlaqillaah). Yaitu dengan menggali potensi yang tersimpan dalam diri manusia yang akan menghidupkannya seperti lampu yang mengeluarkan potensi cahayanya dari minyak, atau seperti cahaya listrik yang dihasilkan oleh energi. Potensi itu antara lain berupa akal, ilmu dan iman.
• Menjaga prinsip keseimbangan. Dalam pendidikan Islam prinsip keseimbangan meliputi ; a) keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat; b) keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan rohani; c) keseimbangan antara kepentingan individu dan sosial ; d) keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan amal. Prinsip ini telah ditegaskan misalnya dalam QS Al-Qashash: 77. Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan jaganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Kelangsungan hidup manusia secara keseluruhan sangat bergantung pada komiten mereka terhadap petunjuk Allah (al-Kitab) dan prinsip keseimbangan (al-Mazan). Dua hal ini (mengenalkan al-kitab dan al-mazan) adalah termasuk misi utama pengutusan para rasul ke muka bumi (QS Al-Hadîd: 25). Karena itu ajaran Islam secara umum bercirikan wasath (tengahan) (QS Al-Baqarah: 143).
• Pendidikan seumur hidup (Lifelong Education). Di atas telah disinggung bahwa tujuan pendidikan Alquran adalah membentuk generasi rabbaniyy (QS ali Imran: 79), yang dapat dicapai dengan mengajarkan (bacaan: tu`alliman) atau mengetahui (bacaan: ta`laman) petunjuk-petunjuk Allah (al-kitab), baik yang terbaca dalam mushaf maupun yang terbentang di alam raya, dan mempelajarinya secara terus menerus (tadrusan). Kesinambungan itu disimpulkan dari penggunaan bentuk redaksi mudhari` (present tense). Kehidupan seorang Muslim harus selalu ditandai dengan peningkatan ilmu pengetahuan. "Katakan, 'Wahai Tuhanku, tambahkanlah ilmu pengetahuanku'." (Q.,s. Thaha: 114), demikian doa yang harus selalu dipanjatkan oleh seorang Muslim. Atau dengan kata lain, seorang Muslim harus selalu berusaha menambah pengetahuannya selama hayat dikandung badan, baik secara formal maupun non-formal.
• Mengintegrasikan ilmu, iman dan amal dalam diri anak didik. Dalam pandangan Alquran ilmu bukan sekadar untuk ilmu, tetapi ilmu harus dapat membuahkan iman, dan selanjutnya iman melahirkan sikap ketundukan (al-ikhbath) yang tercermin dalam amal. Dalam sebuah ayat Allah berfirman ; Dan supaya mereka yang berilmu itu tahu bahwa Alquran itu benar berasal dari Allah sehingga mereka mengimaninya dan hati mereka menjadi tunduk kepada ajarannya. (QS Al-Hajj: 54) Ada tiga hal yang saling berkaitan pada ayat di atas; ilmu (al-`ilm), iman (al-azman) dan ketundukan (al-Ikhbat). Ilmu diikuti tanpa jarak, sesuai dengan penggunaan kata penghubung fa, dengan keimanan (liya`lama fayu`mina), dan selanjutnya keimanan akan membuahkan gerakan hati yang terpancar melalui ketundukan dan kekhusyukan kepada Allah Swt. Karena itu, menurut Ibnu Mas`ud, ukuran sebuah ilmu bukan pada banyaknya, tetapi sejauh mana ilmu tersebut dapat mengantarkan kepada kekhusyukan (laysa al-`ilm bikatsrat al-riwayati, innama al-`ilmu khasyyatullah). Ketiga unsur di atas tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan seorang Muslim, termasuk dalam pendidikan. Pendidikan Islam harus dapat melahirkan sosok seorang Muslim yang berilmu, beriman dan beramal (berakhlak). Atau dengan kata lain, memiliki kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Sebuah lembaga pendidikan Islam dapat dinilai gagal jika tidak dapat mengantarkan peserta didik menjadi seorang Muslim yang kuat secara keilmuan dan keimanan. Ulama besar India, Wahiduddin Khan, dalam bukunya Tajdad `Ulam al-Dan mengkritik keras lembaga pendidikan Islam dengan mengatakan, kebanyakan lembaga pendidikan Islam belum lagi meletakkan unsur khasyyah (kekhusyukan pada Tuhan) dan taqwa sebagai dasar pengajaran, tetapi baru sekadar mengajarkan disiplin ilmu.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar