MANUSIA SEBAGAI HAMBA ALLAH DAN KHALIFAH DI BUMI
Assalmualaikum wr.wb kembali lagi
bersama saya dan pada kali ini kita akan membahas tentang Manusia sebagai
khalifah di muka bumi. mungkin kita pernah berfikir, bahwasan nya untuk apa Allah menciptakan manusia di bumi ? jawaban
yang tepat nya adalah pada surat albaqarah ayat 30 yang artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi.”
Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (Khalifah) di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan
berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Ayat tersebut menjadi pondasi
dasar pertanyaan terpenting dalam kehidupan manusia, kenapa Allah menciptakan
manusia ? apa tujuan dari eksistensi/wujud manusia di muka bumi ini ?
Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan pertama dalam masalah aqidah, yang fungsi
jawabannya untuk menentukan tujuan dari eksistensi dan tugas manusia di bumi
ini.Seakan dikatakan kepada manusia “Anda adalah Khalifah yang bertanggung
jawab untuk memakmurkan bumi, memperbaikinya , dan memanfaatkan seluruh alam
semesta untuk membantu peranmu.”
Manusia diberi hak hidup oleh
Allah swt. Bukan untuk hidup semata, melainkan ia diciptakan oleh Allah untuk
mengabdi kepada-Nya. Dalam rangka pengabdian inilah, manusia dibebani
kewajiban/taklif yang sangat erat kaitannya dengan usaha dan kesungguhan manusia
itu sendiri.
Selanjutnya dalam kehidupan
manusia selalu dipengaruhi berbagai faktor yang saling berkaitan satu dan yang
lainnya. Oleh karena itu manusia dalam berikhtiar melaksanakan taklif,
berkewajiban mengendalikan dan mengarahkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kehidupannya, guna mencapai kebahagian yang hakiki yaitu kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Manusia atau yang biasa disebut
oleh Allah dalam Al Qur’an dengan sebutan bani adam mempunyai kedudukan yang
sangat mulia, bahkan mahluk Allah yang paling mulia diantara mahluk-makhluk
Allah yang lain. Nilai lebih yang diberikan Allah ini merupakan pembeda manusia
dengan ciptaan Allah yang lain. Namun “kemulian/ karamah” manusia ini ada nilai
konsekuensi yang berat. Kenapa? Karena pada diri manusia terdapat nafsu yang
tidak selamanya dapat diajak kompromi untuk menjalankan ketaatan kepada Allah
swt.
Nafsu inilah yang sering membuat
manusia tidak konsisten pada nilai kemanusiaanya dan bahkan sering sekali
menelantarkannya dalam kehinaan. Diantara pemberiaan Allah kepada manusia
adalah diberikanya kemampuan fisik dan berfikir. dua kemampuan ini yang pada
dasarnya akan menumbuhkan sumber daya manusia, sekaligus akan memacu manusia
untuk mencapai kualitas terbaiknya, bila di barengi dengan kemauan untuk berusaha.
Disisi lain meskipun memiliki
nilai karamah/ kemuliaan, manusian dalam Al-Qur’an tetap sebagai abd/ hamba.
seorang hamba berarti dia punya tanggung jawab yang melekat pada dirinya.
Manusia dalam kapasitasnya sebagai hamba Allah dia mendapatkan tanggung jawab
(taklif) yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan kemampuannya.
Sejauhmana manusia mengabdikan
dirinya kepada Allah maka selama itu juga ia melaksanakan tanggung jawabnya
sebagai hamba. Adapun tanggung jawab manusia kepada tuhana nya adalah selalu
harus beribadah kepada Allah swt. Karena Allah berfirman dalam kitab nya Al-Qur’an.
QS. Azzariyat 56: “Tidak Aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepadaKu”.
Meskipun manusia berstatus
sebagai hamba, tapi manusia diberi kedudukan sebagai khalifah Allah dengan
berbagai tingkat dan derajatnya, dalam hubungannya secara bertikal dengan Allah
ataupun hubungan horizontal sejajar antar sesama manusia. Khalifah sebagai
pengganti, ia diberi wewenang terbatas sesuai dengan potensi diri dan
posisinya. Namun manusia harus faham bahwa wewenang itu pada dasarnya adalah
tugas yang harus di emban dengan penuh tanggung jawab.
Tugas khalifah dalam Al Qur’an
biasa disebut imaratul ardh (memakmurkan bumi) dan ibadatullah (beribadah
kepada Allah). Allah menciptakan manusia dari bumi ini dan menugaskan manusia
untuk melakukan imarah dimuka bumi dengan mengelola dan memeliharanya. Karena
manusia dalam melaksanakan tugas dan wewenang imarahnya sering melampaui batas,
sering melanggar dan bahkan mengambil hak saudaranya, maka Allah meberikan
solusi dengan cara bertaubat kepada-Nya.
Imaratul ardh yang berarti mengelola
dan memelihara bumi, tentu saja bukan sekedar membangun tanpa tujuan apalagi
hanya untuk kepentingan diri sendiri. Tugas membangun justru merupakan sarana
yang sangat mendasar untuk melaksanakan tugasnya yang inti dan utama yaitu
ibadatullahin (beribadah kepada Allah). Lebih dari itu adalah sebagai sarana
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat yang menjadi tujuan utama.
Maka dari pengkajian ini dapat
kita pahami, manusia dalam konsepsi Al Qur’an adalah manusia ibadatullah dan
imaratul ardh. Dan kedua hal ini sangat berkaitan antara satu dan yang lainnya.
Hal ini yang telah di contohkan oleh Allah melalui Rasulullah saw. Ketika
hijrah ke Madinah, sesampainya di tujuan (Madinah) Rasulullah membangun
bangunan monumental dan bersejarah yang sampai hari ini masih dilestarikan
bahkan terus di kembangkan. Dua bangunan yang dimaksud adalah masjid (Quba) dan
pasar. Tidak seharusnya ada kesenjangan antara mssjid dan pasar karena pada
dasarnya kedua hal tersebut menyatu dalam jiwa manusia.
Allah swt. Dalam Al Qur’an
memerintahkan kepada manusia agar mampu berpacu dalam kebaikan (fastabiqul
khairat). Perintah ini dipahami untuk menumbuhkan sikap dan prilaku kompetisi
untuk mencapaik al khairat/ kebaikan, yang berarti memerlukan dinamika tinggi
dan berkualitas, serta dibutuhkan juga wawasan kreatif dan inovatif yang luas,
disamping daya analisis untuk mengantisipasi proses transformasi menuju masa
depan.
Pembangunan kualitas manusia
dipahami sebagai metode yang menitik beratkan pada program-program. Tapi wujud
dari dinamika ini adalah gerakan- gerakan yang selalu menuntut kita untuk giat
bekerja dan berbuat yang terbaik. Hal ini sebagaimana yang di contohkan oleh
Rasulullah saw. Dalam kesehariannya, Rasul selalu mempunyai kesibukan bahkan
sampai membantu istri-istri beliau dalam menjait baju dan sendal. Diriwayatkan
dalam hadis: ” seberat-berat siksa manusia pada hari kiamat adalah orang yang
hanya dicukupi orang lain dan menganggur”.
Kualitas manusia pada dasarnya
ditentukan oleh potensi dirinya. Potensi diri yang membentuk kualitas ini
meliputi berbagai aspek kehidupan. Secara umum potensi yang telah diberikan
oleh Allah swt. Kepada setiap manusia mukallaf (aqil, baligh) adalah potensi
akal dan fisip. Potensi akal berkembang menjadi ilmu pengetahuan sedangkan potensi
fisik berkembang menjadi ketrampilan, semangat berkarya dan lainya.
Allah swt. Berfirman QS. Al
Qashsas 26: “sebaik-baik orang yang kamu serahi tugas mengupayakan sesuatu
adalah orang yang berpotensi dan berkemampuan menerima amanat serta terpercaya.
Dalam ayat ini mengandung pesan bahwa setiap usaha apapun untuk mencapai
prestasi, menuntut adanya potensi dan amanah yang membentuk kualitas.
Semoga kita bisa mengemban tugas dari Allah yang telah
dimandatkan, yaitu tugas sebagai hamba Allah untuk mengabdi dan beribadah
kepada-Nya dan tugas khalifah untuk memakmurkan dan menjaga bumi dari
keserakahan dan nafsu angkara.
Tugas !
Tuliskan ayat dari surat beserta artinya !
1.
albaqarah ayat 30
2.
QS. Azzariyat 56
3.
Al Qashsas 26